Zakat Jadi Pengurang Pajak

Thursday, February 26, 2009 at 16:41

Jakarta, [NEWSLINKweb]

Zakat yang merupakan salah satu syariat dalam Islam, kini bisa digunakan sebagai faktor pengurang dalam penentuan besarnya penghasilan kena pajak (PKP). Syaratnya, zakat itu harus disalurkan melalui badan amil zakat, atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Penegasan itu diungkapkan Menkeu Sri Mulyani, saat memberikan keterangan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK), untuk menguji UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), Kamis (26/02) di Jakarta.

Ketentuan tentang zakat sebagai pengurang PKP itu diatur dalam pasal 9 UU tersebut. Ketentuan itu sendiri sesuai dengan pasal 11 UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Frasa “yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, menurut Menkeu, dimaksudkan sebagai syarat untuk diakuinya zakat menjadi pengurang penghasilan, yaitu hanya zakat yang benar-benar diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

“Selain itu, syarat tersebut juga merupakan alat kontrol bagi pemerintah dan WP terkait dengan kebenaran pembayaran zakat yang dilakukan WP tersebut,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah menolak pernyataan pemohon atas UU PPh tersebut yang menyatakan, bahwa penetapan besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam UU PPh tahun 2008 telah menambah beban kehidupan WNI, sehingga terjadi ketidakadilan dan berpotensi menurunkan kualitas hidup generasi penerus bangsa.

Menanggapi pernyataan pemohon yang menyatakan bahwa besaran PTKP seharusnya didasarkan pada kebutuhan pokok minimum sebesar Rp60 juta per tahun, pemerintah menyatakan bahwa dengan kenaikan PTKP dari Rp13,2 juta per tahun menjadi Rp15,84 juta per tahun, telah terjadi kehilangan penerimaan pajak negara sebesar Rp11,8 triliun pada 2009.

“Berdasar hal tersebut, dapat dibayangkan apabila diterapkan PTKP sesuai pendapat pemohon, maka jumlah kehilangan penerimaan pajak negara akan jauh lebih besar,” kata Menkeu.

Permohonan uji UU PPh tahun 2008 itu diajukan oleh pemohon perorangan WNI, Gustian Djuanda yang diterima MK dengan nomor perkara Nomor 1/PUU-VII/2009.

Pasal yang diajukan untuk diuji adalah pasal 7 ayat (1) dan pasal 9 ayat (1) huruf g, sementara norma UUD 1945 yang diajukan sebagai alat uji adalah Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 B ayat (1), dan Pasal 28 H ayat (1). (*bo/an)

Share artikel ini:

About this entry